15 MOSALAKI PERSEKUTUAN ADAT LAKUKAN RITUAL PATI KA DUA BAPU ATA MATA PUNCAK KELIMUTU - Ende Lio Sare Pawe
Ende Berita :
Home » » 15 MOSALAKI PERSEKUTUAN ADAT LAKUKAN RITUAL PATI KA DUA BAPU ATA MATA PUNCAK KELIMUTU

15 MOSALAKI PERSEKUTUAN ADAT LAKUKAN RITUAL PATI KA DUA BAPU ATA MATA PUNCAK KELIMUTU

Kamis, 15 Agustus 2013 10:58
Pagi itu langit di puncak kelimutu biru cerah. Tak terlihat gumpalan awan yang biasanya terlihat berselimut dan berarak cepat seakan berlomba dengan tiupan angin kencang. Area raksasa super cantik yang biasanya diselimuti kabut puncak pun tak terlihat. Hari itu benar-benar cerah dengan pandangan yang bebas tak terhalang. Angin semilir nan dingin sedikit menyapa kulit tetamu yang tidak terbiasa dengan daerah moni dan puncak kelimutu. 

Pagi itu, Rabu, 14 Agustus itu, Puncak Kelimutu dipadati pengunjung dengan pakaian khas adat Ende Lio. Para lelaki mengenakan ragi mite (kain hitam) dan para perempuan dengan lawo lambu (sarung dan baju ende). Sementara tidak sedikit juga yang berpakaian bebas santai. Mereka para wisatawan domestik dan mancanegara yang datang untuk menyaksikan keindahan panorama Danau Kelimutu dengan segala keajaiban alamnya. Yang berpakaian adat, adalah para mosalaki dari 15 persekutuan adat dari desa-desa penyangga Kelimutu, yakni Mosalaki Konara, Woloara, Pemo, Nuamuri, Mbuja, Tenda, Wiwipemo, Wologai, Saga, Puutuga, Sokoria, Roga, Ndito, Detusoko dan Kelikiku, pejabat daerah dan tetamu undangan yang hendak mengikuti ritual adat “pati ka dua bapu ata mata” atau ritual adat pemberian sesajen bagi nenek moyang dan arwah. 

Prosesi ritual adat Pati “Ka” tersebut diawali dengan “bagi fi’i atau bagi jata sesajen” berupa 1 porsi nasi dan 1 potong daging yang diisi dalam wadah piring gerabah kepada 15 mosalaki untuk dipersembahkan kepada nenek moyangnya masing-masing oleh ketua komunitas adat, Emanuel Kunu Ndopo. Menurut kepercayaan dari 15 kampung adat tersebut, jiwa para leluhur dan keluarga mereka yang meninggal bersemayam di kelimutu. Acara bagi fi’i dilakukan di kaki kawah tiwu nuwa muri (danau muda/mudi). Setelah bagi fi’i, para mosalaki melakukan prosesi dengan berjalan kaki menuju “tubuh musu” atau menhir tempat pemberian sesajen yang berjarak kurang lebih 100 meter dari tempat bagi fi’i. 

Di tubuh musu itu, dengan kusuh para mosalaki duduk mengelilingi tubuh musu sambil memberikan sesajen. Terlihat mereka begitu kusuh dalam suasana penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Ritual pati ka tersebut diakhiri dengan gawi sodha mengelilingi tubuh musu. 

Emanuel Kunu Ndopo, dalam sambutannya usai ritual pati ka, di pelataran parkir kelimutu menegaskan, kepada para mosalaki dari 15 persekutuan adat untuk tetap menjaga keharmonisan dan kesepakatan bersama. Selain itu ketulusan dan kejujuran menjadi modal utama, karena dalam ritual tersebut kita berhadapan dengan nenek moyang sanak keluarga yang telah meninggal yang tidak lagi dapat dibohongi. “Untuk ritual pati ka dua bapu ata mata yang kita lakukan hari ini, kita punya porsi yang sama. Karena setiap mosalaki memberikan sesajen untuk nenek moyang dan sanak keluarganya masing-masing. Untuk itu di antara ke 15 mosalaki yang ada, tidak ada yang lebih berkuasa. Masing-masing mosalaki mempunyai kekuasaan wi wilayahnya sendiri, bukan di wilayah orang lain.” Kata Eman Kunu Ndopo. Untuk itu, Eman Kunu Ndopo berharap, ritual adat yang sudah berlangsung 5 tahun ini dapat terus berjalan dan dipertahankan. 

Sementara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende, Marsel Petu mengatakan, kekuatan yang paling mendasar dalam pelestarian budaya adalah para mosalaki dan faiwalu ana kalo (masyarakat). hukum adat tidak bisa diamandemen. Untuk itu, budaya harus tetap dipertahankan dan dikembangkan dengan melakukan kerja sama yang baik sehingga pada suatu waktu kebudayaan kita bisa aset yang dapat dijual pada sektor pariwisata. Untuk itu, yang terpenting, menurut Marsel Petu adalah saling mengorhati dan junjung tinggi satu sama lain sesuai porsinya masing-masing. 

Mosalaki Koanara Moni, Antonius Wongga Woda yang ditemuai Humas Pemkab di sela-sela acara hiburan usai riual pati ka, mengatakan, dirinya sangat berbahagia. Pasalnya hanya pada saat seperti ini, para mosalaki dapat beerkumpul dan menyatuhkan hati untuk dapat berkomunikasi dengan para leluhur. Ia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah memfasilitasi upacara tersebut. Dan berharap di tahun-tahun mendatang ritual adat ini akan tetap terus dilaksanakan dan pemerintah tetap memberikan perhatian sampai para mosalaki dan faiwalu ana kalo dapat mandiri. (Min Humas)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Eja Website | Kera Template | Eda Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Ende Lio Sare Pawe - Elpas Group
Template Design by Eja Published by Kera Template